nama : Novie Mightymax
Fb : Novie Mightymax
twitter : @Noviiii91
Cast:
Lee Caerin
Kim Hyunjoong
Heo Youngsaeng
Kim Kyujong
Park Jungmin
Kim Hyungjoon
Kim Taeyeon
Backsound :
-Kim Kyujong_Confession
-SS501_One Day
-SS501_Stand by Me
_start_
Pagi yang sibuk di awal musim panas. Panas matahari yang cukup mengusik meski baru pukul 10.00am membuat orang-orang agak malas untuk melakukan aktivitas outdoor sehingga jalanan pedestrian tidak terlalu ramai.
Aku berjalan menyusuri terotoar di depan deretan pertokoan di dekat kampusku. Kuliah hari ini baru saja usai. Aku berencana untuk pergi ke perpustakaan untuk mengisi waktu sebelum jam kerjaku dimulai.
Aku berjalan dengan perasaan riang. Entah kenapa moodku tiba-tiba jadi sangat bagus hari ini. Ku kembangkan senyumku setiap berpapasan dengan seseorang.
"Bukk!" ku rasa aku menabrak seseorang saat aku sedang menyapa orang lainnya.
"Mianheyo," aku membantu orang yang ternyata adalah seorang namja itu mengumpulkan buku-bukunya yang terjatuh akibat tabrakan tadi.
"Gwenchana.." senyumnya. Entah kenapa terlihat begitu manis oleh panglihatanku.
"Mianhe, aku harus pergi," dia segera berbalik dan buru-buru pergi sebelum aku sempat mengatakan apa-apa lagi.
Aku memandang punggungnya yang terus menjauh. Jalannya tegap dan cepat sekali. Aku hanya tersenyum melihatnya.
Mataku terpaku pada sebuah buku yang tergeletak di tanah. Aku berjongkok dan mengambil buku itu. Hm, sepertinya milik namja itu. Saat aku melihat ke arah perginya, dia sudah tidak kelihatan lagi.
Bagaimana aku mengembalikan ini padanya?
Kemana aku harus mencarinya?
Aku memasukkan buku itu ke dalam tas dan melanjutkan perjalananku.
Malam harinya...
Aku mengambil buku itu dari dalam tasku. Ku rasa aku tertarik untuk membacanya. Aku membuka lembaran buku tersebut. Buku Genetika dan tentang penyakit-penyakit keturunan.
Salah satu yang banyak dibahas di buku tersebut adalah mengenai penyakit kanker darah. 'Kenapa dia mempelajari buku seperti ini? Mungkinkah dia seorang dokter? Atau calon dokter?'Aku membuka lembaran lagi. Dan menemukan sesuatu terselip diantara lembaran buku tersebut.
Sebuah kartu perpustakaan atas nama seseorang.
Hm, ku rasa aku menemukan petunjuk mengembalikan buku ini.
Keesokan harinya..
"Kim Kyujong? Kau yakin itu dia?" Jungmin, sahabat sekaligus teman kerjaku di restoran makanan Korea ini menanggapi ceritaku perihal namja dan buku itu.
"Ne~ ku rasa itu dia, tapi kemana aku harus mencarinya?" aku menopang daguku di meja.
"Tanya saja pada rumput di taman.." Hyungjoon selalu menjawab semua pertanyaan dengan asal.
"Joon-a..seriuslah sedikit!" rengutku.
"Kenapa tidak kau tanyakan pada penjaga perpustakaan tentang namja itu. Sedikit tidaknya mereka pasti punya informasi ' kan ?" Hyunjoong, manajer restoran kami itu pun mengajukan saran.
"Aha!" ku jentikkan jariku dan segera ku lepas celemek yang menempel di tubuhku dan ku sambar tasku. "Aku pergi dulu ya? Annyeong!"
"Ya! Caerin-a..kau masih harus bekerja!" teriakan Hyungjoon tak ku hiraukan.
"Semoga berhasil Caerin-a..!" Hyunjoong dan Jungmin menyemangatiku.
Aku segera berlari menembus orang-orang yang berlalu lalang di jalan sore ini. Tak ku hiraukan orang-orang yang tertabrak olehku. Dalam pikiranku hanya ada satu. Aku harus mendapat informasi dan menemukan namja ini!
Dengan tergesa aku memasuki gedung perpustakaan dan segera ke bagian administrasi. Langsung saja aku bertanya tentang namja itu. Dengan bersusah payah merayu penjaga perpustakaan, akhirnya aku mendapatkan informasi mengenai dirinya.
-Kim Kyujong
-Mahasiswa Universitas Korea , jurusan kedokteran
'ternyata benar dia calon dokter'
Meskipun hanya dua informasi itu, setidaknya aku sudah mendapat titik terang mengenai dirinya.
Tapi bagaimana aku kesana?
Aku tidak punya teman yang kuliah di sana ..
"Universitas Korea ya? Tenang saja, aku punya teman yang kuliah di sana . Kebetulan dia juga jurusan kedokteran," kata Jungmin saat keesokan harinya ku ceritakan masalahku padanya.
"Benarkah? Gomawo Jungmin-a..!" kataku sambil memijit lengannya.
"Ceonmaneyo Caerin-a..!" dia juga memijit lenganku lalu kami tertawa bersama.
********************
Keesokan harinya, Jungmin mengajak seseorang datang ke restoran. Seorang namja. Sepertinya temannya yang dia maksud kemarin.
''Caerin-a, kenalkan ini Youngsaeng. Dia temanku yang mungkin bisa membantu mu..'' dia mengenalkan namja yang tengah berdiri di sampingnya tersebut.
'Annyeong, Lee Caerin imnida,'' aku menjabat tangan namja itu.
''Bangapseumnida Caerin-a,'' senyumnya.
''Kalian mengobrollah dulu, aku akan ambilkan minum,'' Jungmin beranjak meninggalkan kami setelah aku dan Youngsaeng duduk.
''Kyujong ya? Hm, akan ku bantu sebisa ku,'' tanggap Youngsaeng setelah aku menceritakan masalahku dan meminta bantuannya.
''Gomawo Youngsaeng-a,'' kataku sambil tersenyum.
''Ceonmaneyo, besok datanglah ke kampusku. Akan ku pertemukan kau dengannya,'' senyumnya.
''Ne, sekali lagi terimakasih,'' aku membungkukkan badanku.
''Tidak usah sungkan, tapi seperti yang ku katakan tadi, dia orang yang agak tertutup dan sensitif, kau harus berhati-hati kalau mau mengatakan sesuatu,'' lanjutnya.
''Ne, arasseo,'' kataku.
Keesokan harinya, aku pergi ke gedung fak. Kedokteran Univ. Korea untuk menemui Youngsaeng yang akan mengantarku menemui namja pemilik buku ini. Setelah bertemu Youngsaeng di tempat perjanjian kami, dia kemudian mengantar ku menemui Kyujong.
Di sebuah bangku di bawah sebuah pohon besar di taman belakang gedung itu, ku lihat seorang namja tengah duduk santai sambil membaca buku. Entah kenapa tiba-tiba jantungku berdebar lebih cepat saat melihat punggungnya.
"Itu dia, kau temuilah. Mianhe aku tidak bisa menemanimu. Aku masih ada urusan," Youngsaeng kemudian pamit dan beranjak.
"Ne, gamshahamnida Youngsaeng-a," aku membungkukkan badanku.
Aku masih berdiri sekitar 15 menit sejak kepergian Youngsaeng. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa ragu untuk menemuinya.
Akhirnya setelah menimbang-nimbang kurang lebih 20 menit, ku langkahkan kakiku untuk mendekatinya.
"Annyeong," sapaku begitu sampai di dekatnya. Dia mendongak dan tampak agak terkejut.
"Ne, annyeong," senyumnya.
"Kim Kyujong?" kataku hati-hati.
"Ne, itu aku, ada apa ya?" dia memandang ku.
"Ini, aku ingin mengembalikan buku ini pada mu. Kau menjatuhkannya tempo hari dan ketinggalan," kataku sambil menunjukkan buku tersebut dan menyodorkan ke arahnya.
"Ah ne, gamshahamnida," dia tersenyum dan meraih buku tersebut.
Aku hanya tersenyum memandangnya. Ku rasa dia benar-benar seorang kutu buku seperti yang dikatakan Youngsaeng tempo hari. Di sampingnya tertumpuk lima buah buku yang menurutku cukup tebal. Sedangkan di tangannya, buku yang ia baca sedari tadi itu juga tak kalah tebalnya.
"Kenapa melihat ku seperti itu?" dia mengejutkanku. Mata dan senyumnya. Entah mengapa jantungku berdebar lebih cepat saat melihatnya.
"Ah, aniyo...boleh aku duduk di sini?" tanyaku sambil menunjuk sisi bangku yang masih kosong. Memalingkan wajahku yang entah kenapa tiba-tiba terasa panas..
"Tentu saja..duduklah," senyumnya lagi.
"Gamshahamnida," aku kemudian duduk dalam diam.
Kami terdiam. Hanyut dengan pikiran masing-masing. Hanya bunyi desau angin dan gemerincing dedaunan yang saling bersentuhan ditiup angin yang memenuhi ruang dengar kami.
"Siapa namamu?" dia memecah kesunyian yang mengembang di antara kami.
"Caerin, Lee Caerin imnida," kataku sambil tersenyum memandangnya.
Dia menutup bukunya dan memandang ku. Tepat di manik mataku. Aku tak bisa berkutik. Dia benar-benar menahan ku dengan matanya.
"Bagaimana bisa kau menemukan ku? Dan, kau bersusah payah mencari ku hanya untuk mengembalikan buku ini?" dia menatap ku penuh selidik.
Aku tersenyum, "ne, seperti itulah..ku kira buku ini sangat penting bagi mu, jadi aku berusaha menemukan mu untuk mengembalikannya."
"Bagaimana kau menemukan ku?" selidiknya lagi. Sepertinya dia benar-benar penasaran dengan caraku menemukannya.
" Ada kartu perpustakaan atas namamu di dalam buku itu. Aku mencari alamatmu di perpustakaan dan meminta bantuan seseorang. Akhirnya ku temukan kau," jelasku sambil tersenyum.
Dia tersenyum, "Hm, jadi sekarang kau tahu semua tentang diri ku?" matanya penuh selidik.
"Hm, tidak juga..aku hanya tahu nama dan tempat kuliahmu saja," jawabku santai.
Dia tersenyum lagi, "Karena kau sudah bersusah payah, bolehkah aku mentraktir mu sesuatu sebagai ucapan terimakasih?"
"Eh, tidak usah repot-repot," aku benar-benar merasa tidak enak hati saat ini. Aku melakukan itu dengan ikhlas tanpa pernah terfikir untuk menerima imbalan. Tapi, jujur aku memang penasaran dengan namja ini..
"Tidak apa-apa, kajja," dia segera memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dan menarikku mengikuti langkahnya.
"Wow...dingin sekali.." kataku saat memasukkan es serut rasa apel yang dibelikan Kyujong untuk ku.
"Kau suka?" dia menatap ku.
"Ne, enak sekali..tempatnya juga bagus."
Aku memandang hamparan padang rumput yang terbentang di hadapan ku sekarang. Kedai es tempat kami membeli es tadi terletak di pinggir jalan raya dan di belakangnya terdapat sebuah perbukitan hijau yang cukup luas. Salah satu sisinya berbatasan dengan pantai. Ada sebuah pohon besar yang terdapat di puncak salah satu bukit itu.
Dan di sinilah kami sekarang. Duduk bersandar di pohon tersebut. Menikmati semilir angin dan suara deburan ombak di kejauhan.
"Aku selalu ke sini saat perasaanku sedang tidak enak," dia menatap hamparan hijau di depan kami. Bunga-bunga musim panas tumbuh dengan sangat indah. Menghiasi setiap sudut hamparan ini dengan warna-warninya.
"Apa sekarang perasaanmu tidak enak?" aku menatapnya.
"Juga di saat aku sedang merasa senang," senyumnya.
Kami tertawa. Ada sesuatu yang hangat menjalar di seisi dadaku.
Angin sepoi-sepoi menerpa. Membuat rambut bergoyang bebas. Sinar matahari yang cukup terik pun jadi terasa tidak begitu menyengat.
Persepsiku mengenai Kyujong berubah. Dia bukanlah seseorang yang tertutup dan sensitif. Dia orang yang ramah dan rajin. Aku tahu itu dari caranya bicara dan kesukaannya membaca buku. Ku rasa wajar kalau seorang mahasiswa suka membaca.
Dia bukan seorang kutu buku yang tertutup dan sensitif.
***
Sudah hampir sebulan sejak aku berkenalan dengannya. Dia teman yang asyik untuk diajak berbagi. Mau mendengarkan dan menanggapi dengan baik. Kami sering bertemu di perpustakaan dan dia sering merekomendasikan buku bagus untuk ku baca.
"Cerin-a, kau pernah membaca ini?" tanyanya suatu hari saat kami sedang ada di perpustakaan sambil menunjukkan sebuah novel tebal pada ku.
"Apa ceritanya bagus?" tanyaku sambil mengambil novel itu dari tangannya.
"Cobalah untuk membacanya," katanya tersenyum.
Aku pun membaca novel itu, dan seperti yang dia katakan, ceritanya sangat bagus dan menyentuh..
Satu hal lagi tentang dirinya yang mungkin tidak diketahui orang lain. Dia sangat pandai bernyanyi. Suaranya sangat bagus dan permainan gitarnya sangat memukau. Saat suara dan petikan gitarnya mengalun bersamaan, mampu menghipnotis siapapun yang mendengarnya. Lembut mengalun. Menentramkan hati.
"Mau ku nyanyikan sebuah lagu?" tanyanya suatu hari saa aku sedang duduh di bawah pohon di tempat indah yang hanya ia tunjukkan padaku dengan wajah tertekuk. Aku sedang kesal. Tak mampu menahan gejolak perasaanku yang ku rasakan semakin kuat padanya, yang tak mampu ku ungkapkan.
Aku hanya mengangguk kemudian suara indah itu pun mengalun lembut menembus celah telingaku.
Dugeun georyeoyo jakku dugeun georyeoyo
uyeonhi geudaereul cheo-eum bon geu sunganbuteo
Banhaennabwayo jeongmal banhaennabwayo
geudae-ui geu du nuneul ttokpparo barabol su eomneyo
Go-un du soneul hayan eolgureul hanbeon manjyeobol sun eomnayo
tumyeonghan geu ipssure immatjjugo shipeoyo
Saranghandan mal neoreul saranghandaneun geu mal
ni apeseomyeon jakku maemdolda sarajineun mal
Su manheun jeo byeoldeulcheoreom sesange heunhan geu mal
ajiktto naman geonneji mothan geu mal
Babocheoreom nan jeongmal babocheoreom nan
amuri yeonseuphaedo eongttunghan malman hage dweneyo
Go-un du soneul hayan eolgureul hanbeon manjyeobol sun eomnayo
tumyeonghan geu ipssure immatjjugo shipeoyo
Saranghandan mal neoreul saranghandaneun geu mal
ni apeseomyeon jakku maemdolda sarajineun mal
Su manheun jeo byeoldeulcheoreom sesange heunhan geu mal
ajiktto naman geonneji mothan geu mal
Geudaereul majuchige dwelkkabwa
jaju ganeun gil neurige geotjjyo
saranghaeyo sucheonbeon honja dwenwe-ideon geu mal
seotuljiman oneureun malhalgeyo
Saranghandago naman saranghandago geudae
mareul hae jweoyo naege hanbeonman sokssagyeojweoyo
Amudo moreuge uri dul manui bimilcheoreom
sarangeul haeyo mollae sarangeul haeyo
Sarangeul haeyo
uri sarangeul haeyo
It beats...it continues to beat
Ever since I met you for the first time by chance
I must of fallen, I must have really fallen for you
I cannot stare straight into your eyes
Your light hands, your white face, I cannot even touch it once
I want to kiss your transparent lips
Saying I love you, saying I love you to you
Those words wash away when I'm in front of you
Like the many stars it is the worlds most abundant words
It is only me who still cannot pull those words out
Just like a fool, I am just like a fool
No matter how many times I practice, only wrong words come out
Your light hands, your white face, I cannot even touch it once
I want to kiss your transparent lips
Saying I love you, saying I love you to you
Those words wash away when I'm in front of you
Like the many stars it is the worlds most abundant words
It is only me who still cannot pull those words out
That if I could bump into you
I walk slowly at the place you constantly walk
Saying the words "I love you" thousands of times to myself
Even though I'm nervous, I will say it today
I love you, only I love you
Please say something, just hurt me this one time
Without anyone knowing, just a secret to both of us
Lets love, with no one knowing, lets love
Lets love
Let us both love
"Kenapa kau tak jadi penyanyi Kyujong-a?" tanyaku sesaat setelah ia menyelesaikan lagunya.
"Hm, aku tak mampu untuk itu," katanya sambil terkekeh.
"Kenapa? Kau punya kemampuan," aku menatapnya.
"Biarkan aku hanya jadi penyanyi untuk mu," dia tersenyum menatap ku.
Deg...
Jantungku mulai tak beraturan lagi..
Senyumnya..
Matanya...
Kata-katanya...
Tunggu!
Dia bilang apa tadi?
Jadi penyanyi untukku?
Apa aku tidak salah dengar?
Apa artinya dia juga?
Deg....deg.....deg....deg....deg....
"Kyujong-a, saranghae..." entah bagaimana kalimat itu meluncur dari mulutku. Yang ku tahu saat ini mata kami saling bertemu dan entah kenapa wajah kami mulai saling mendekat. Memperkecil jarak diantaranya. Dan benar-benar menghapusnya.
Kehangatan itu menjalar di seluruh tubuhku tatkala kelembutan itu terasa. Aku merasakannya. Di seluruh tubuhku. Di setiap aliran darahku.
Melayang, nyaman, dan...
Entah bagaimana mendeskripsikannya. Perasaan ini benar-benar membuat ku tak berdaya.. Gila..
Kelembutan itu benar-benar memanjakan ku...
Beberapa saat, ia melepaskan bibirku. Senyumnya mengembang tatkala aku membuka mataku.
Mata indah itu tersenyum menatap ku dan tangannya dengan lembut mengacak rambutku. Tak ada suara. Tak sepatah kata pun keluar dari bibir manisnya. Hanya senyum simpul yang menggambarkan perasaan kami.
Hari-hari setelah saat itu kami lalui seperti biasa. Tak ada hal aneh yang terjadi. Dia masih tetap seperti itu.
Lembut, bersahabat, dan tampan...
Hanya saja, aku masih belum tahu bagaimana perasaannya terhadap ku. Dia tak pernah mengatakannya secara langsung.
Tapi itu tidak jadi masalah untukku. Yang penting, dia selalu ada di dekat ku.
Tepat tiga bulan aku mengenalnya. Dan telah satu minggu dia menghilang. Tak ada kabar sama sekali. Ponselnya tidak aktif. Dia juga tidak ada di kampusnya, tak ada di perpustakaan, juga tidak ada di tempat rahasia kami. Dia benar-benar menghilang. Bagai ditelan bumi.
"Sudah kau cari ke rumahnya?" suara Hyungjoon membuyarkan lamunanku.
"Rumahnya kosong," sahutku pendek.
"Sudah kau tanyakan pada Youngsaeng?" Jungmin menyodorkan minuman kaleng ke arahku. Aku mengambilnya dan meneguk isinya.
"Youngsaeng bilang dia tidak ke kampus sejak seminggu yang lalu, bahkan aku sendiri sudah ke kampusnya," kataku lesu.
"Di tempat yang biasa ia kunjungi?" Hyunjoong menjatuhkan dirinya di kursi di hadapan ku.
"Sudah! Aku sudah mencarinya kemana-mana tapi tetap tidak ketemu," kataku putus asa.
"Mungkin dia sedang ada urusan. Kau tenanglah, dia akan segera menemuimu Caerin-a.." Jungmin mengacak rambutku.
"Mudah-mudahan dia tidak apa-apa. Aku khawatir sekali. Perasaanku sangat tidak enak," aku menopang dagu dengan kedua tanganku di atas meja.
Teman-temanku hanya memandang nanar padaku. Aku tahu mereka sangat mengkhawatirkanku.
"Annyeong..." sapa seseorang dari arah pintu masuk.
"Youngsaeng-a, ada kabar dari Kyujong?" aku segera menghambur ke arah datangnya namja itu.
"Mianhe Caerin-a, aku dan teman-teman yang lain belum mendapat kabar darinya. Mianhe..kami benar-benar tidak tahu dimana dia," Youngsaeng terlihat sangat menyesal.
"Euh, gwenchana..mungkin dia sedang ada urusan penting, gamshahamnida Youngsaeng-a," aku memang sedikit kecewa, tapi apa boleh buat.
"Duduklah, kau mau pesan apa?" lanjutku.
"Ah, tidak, aku mau menemui Jungmin. Apa dia ada?" tanyanya.
"Ne..dia di belakang, sebentar aku panggilkan," kataku sambil beranjak.
******************
Jungmin's..
"Youngsaeng-a..ada apa? Tumben kau mencariku," kataku santai sambil duduk di hadapannya.
"Bisa kita bicara di tempat lain? Ada yang ingin ku bicarakan dengan mu," lanjutnya.
"Sepertinya gawat sekali..baiklah..kajja," aku melepas celemek di tubuhku dan beranjak.
Aku dan Youngsaeng pergi ke sebuah taman di dekat restoran tempat ku bekerja.
"Caerin. Apa dia benar-benar mencintai Kyujong?" tanyanya serius.
"Sepertinya begitu..memangnya kenapa? Apa ada masalah dengan hal itu? Atau kau menyukai Caerin?" selidikku.
"Bukan, bukan seperti itu. Aku baru saja mendengar kabar yang kurang mengenakkan dari Kyujong. Aku sudah menemuinya dan dia berpesan untuk tidak memberi tahu Caerin tentang dirinya," raut wajahnya sedih dan sangat serius.
"Memang Kyujong kenapa?"
***********************
Caerin's...
"Caerin-a, tolong nanti sepulang kampus kau ke apotek ya? Persediaan obat di rumah habis," kata ommaku saat aku hendak berangkat ke kampus.
"Ne omma, Caerin pergi dulu ya? Annyeong," aku mencium pipi ommaku dan beranjak.
"Hati-hati nak, annyeong," dia melambaikan tangannya saat aku keluar dari pintu rumahku.
Setelah pulang kampus ke apotek, lalu ke kampus Kyujong, kemudian bekerja. Itulah agendaku hari ini. Mudah-mudahan berjalan dengan baik dan aku mendapat petunjuk mengenai keberadaan Kyujong atau sekalian bertemu langsung dengannya.
Sepulang kampus, aku melangkahkan kakiku memasuki apotek langgananku. Antreannya lumayan panjang.
Aku duduk di sebelah seorang yeoja di ruang tunggu apotek. Sepertinya dia siswi SMA. Aku kemudian menyapanya.
"Annyeong," senyumku.
Dia tersenyum dan mengangguk, "Annyeong,"
"Kau membeli obat?" tanyaku.
"Ne, aku sedang mencari obat untuk oppaku," katanya. Raut wajahnya berubah.
"Owh, semoga oppamu lekas sembuh ya?" kataku tersenyum.
"Ne~ gamshahamnida,"
"Nona Kim Taeyeon," suara apoteker memanggil seseorang.
"Ne~," jawab yeoja di sebelah ku. Kemudian dia mendekati apoteker tersebut.
"Obat untuk tuan Kim Kyujong?" apoteker tersebut menyebut nama seseorang.
Tunggu...Kim...Kim Kyujong? Benarkah?
"Ne~," suara Taeyeon menyentakku.
"Nona Taeyeon, apa oppamu bernama Kim Kyujong?" aku menghambur ke arah Taeyeon dan menanyainya dengan panik. Ku balik tubuhnya dan ku tatap matanya.
"Ne~, kau kenapa nona? Lepaskan aku!" katanya sambil menepis tanganku yang mencengkram bahunya. Wajahnya ketakutan.
"Mianhe..mianheyo...apa dia kuliah kedokteran di Univ. Korea ?" tak ku hiraukan orang-orang yang mulai memandangku dengan tatapan aneh.
"Ne~,"
Seketika hatiku bersorak. Aku menemukannya.
"Bisa kau bawa aku menemuinya, please?" pintaku.
"Bi...bisa.."
"Gomawo.."
Rumah sakit? Kenapa rumah sakit?
Aku dan Taeyeon memasuki sebuah ruangan di Seoul Hospital . Langkahku terhenti. Lututku terasa lemas dan jantungku berdengup kencang saat ku saksikan pemandangan di hadapanku.
Namja itu terbaring lemah. Matanya tertutup rapat. Selang infus dan selang darah terhubung ke kedua tangannya. Sungkup oksigen terpasang rapi menutupi hidung dan mulutnya. Dan sebuah suara teratur menandakan kondisi jantungnya tetap stabil.
Cairan hangat menetes di pipiku. Ku dekati ranjang tempat namja itu terbaring. Ku raih tangannya yang biasa mengacak rambutku. Ku genggam tangan itu dan ku belai wajah teduhnya. Isakanku tertahan.
"Caerin onnie," suara Taeyeon mengagetkanku. Aku menatapnya.
"Terimakasih sudah membuat oppaku tersenyum akhir-akhir ini," suara yeoja ini sangat lembut. Nadanya tulus dan aku tahu dia sangat menyanyangi kakaknya. Namja yang ku cintai. Aku memeluknya.
"Jangan begitu. Kyujong oppa akan baik-baik saja," kataku lebih kepada diriku sendiri.
Entah bagaimana perasaanku saat ini. Dadaku terasa sesak, dan pundakku terasa amat berat.
Aku menggenggam tangan itu erat. Menempelkannya di pipiku yang basah. Cerita Taeyeon masih terngiang di telingaku.
'Dokter memvonisnya kena kanker darah 2th yang lalu. Sejak itu, dia jadi pendiam dan tertutup. Lebih sering menyendiri, dan jarang bergaul. Lebih banyak menghabiskan waktu untuk membaca. Minggu lalu karena kelelahan belajar, kondisinya drop. 2 hari yang lalu dia sempat sadar dan berbicara banyak pada ku dan Youngsaeng oppa. Dia berpesan untuk tidak memberi tahu onnie perihal dirinya. Dia tidak ingin onnie sedih dan kasihan melihatnya. Tadi pagi, dia drop lagi dan belum sadarkan diri sampai sekarang.
Onnie tahu, tiga bulan terakhir ini, oppaku sangat bahagia. Seumur hidup, belum pernah aku melihatnya tersenyum sesering itu. Dengan senyum lebar, dia menceritakan semua tentang onnie pada ku. Aku sangat senang.
Oppaku sangat hebat. Merupakan suatu keajaiban dia bisa bertahan sampai sekarang. Sayangnya, sangat sulit menemukan donor sumsum tulang untuknya. Selain karena orang tua kami sudah meninggal, punyaku juga tidak cocok untuknya. Hiks..sekarang kita hanya bisa berdoa agar Tuhan memberi yang terbaik untuknya.'
Aku menggenggam tangan itu erat.
"Oppa, bangunlah.." butiran bening itu masih mengalir deras di pipiku. Sangat sedih karena aku tak bisa berbuat apa-apa untuk membantunya. Golongan darah kami berbeda. What can I do??
"Kau menemukan ku lagi Caerin-a?" suara itu menelusup ke celah telingaku. Senyum itu terkembang memenuhi ruang penglihatanku.
"Jangan menangis," jemari itu menghapus air mataku.
"Tersenyumlah," senyum itu terkembang lagi. Tapi kenapa hatiku malah terasa diiris benda tumpul?
Sakit.
Perih.
"Oppa," aku berusaha tersenyum.
"Gomawoyo Caerin-a, kau tahu..hari ini aku merasa sangat bahagia, terasa nyaman dan tenang sekali," senyumnya.
"Biar ku beri tahu yang lain kalau Oppa sudah bangun ya?" aku berbalik hendak beranjak. Tapi sesuatu menahanku.
Dia menggenggam pergelangan tanganku. Aku memandangnya. Dia hanya tersenyum.
"Aku tidak lama Caerin-a,"
Aku mendekatinya. Menggenggam tangannya.
"Jangan berkata begitu Oppa, kau akan sembuh! Kau harus sembuh..dan kita akan menghabiskan waktu bersama-sama lagi...ya?"
Ku belai wajahnya dan ku cium pipi hangatnya.
Dia tersenyum.
"Tetaplah tersenyum,"
Suara itu berdengung nyaring. Aku tersentak.
Aku berteriak dan segera saja segerombolan orang dengan pakaian putih-putih memasuki ruangan diikuti Taeyeon, Youngsaeng, dan Jungmin.
Aku terduduk di lantai. Menutup wajahku dengan kedua belah tanganku. Seseorang memelukku. Taeyeon. Kami terisak bersama sementara kedua namja itu hanya mematung memandangi tenaga medis yang tengah berusaha menyelamatkan Kyujong.
"Mianheyo, kami sudah berusaha semaksimal kami. Tapi Tuan Kim tidak bisa kami selamatkan," seorang berjas putih yang usianya kira-kira 50 tahunan berbicara pada Jungmin dan Youngsaeng. Sementara kedua namja itu hanya tertunduk lemas.
Aku berusaha berdiri. Taeyeon memegangi kedua sisi tubuhku. Kami mendekati ranjang itu.
Wajah tampan itu kini pucat. Bibir tipis merekah itu kini putih, pucat. Mata indah itu kini sayu dan terpejam tanpa pernah terbuka lagi.
Aku mendekatinya. Ku genggam tangannya. Ku belai rambutnya. Ku ciumi wajahnya sembari kristal itu terus menetes dari sudut mataku.
'Aku berjanji akan selalu tersenyum, Oppa..tapi ijinkan aku menangis untuk hari ini saja'
Dan disinilah aku sekarang.
Dengan pakaian serba hitam, berlutut di hadapan sebuah nisan yang bertuliskan nama namjaku.
Kim Kyujong.
Aku meletakkan karangan bunga terakhir. Seiikat lili putih. Kemudian ku cium nisan itu.
Di belakangku berdiri 4 orang namja dan seorang yeoja.
Park Jungmin, Heo Youngsaeng, Kim Hyunjoong, Kim Hyungjoon, dan Kim Taeyeon.
Kim Kyujong.
Pergi kemarin sore tepat saat matahari kembali ke peraduannya. Meninggalkan sejuta kesan yang akan dikenang selamanya.
Kristal itu berjatuhan lagi saat aku menyimak kata demi kata yang dia tulis untukku.
To: Lee Caerin *tertulis dengan huruf Hangul yang terukir sangat indah*
Caerin-a..annyeong...
Chagiya..(ah, pantaskah aku memanggilmu begitu?) kekeke~
Apa kabar gadis kuat ku? Kau baik-baik saja ' kan ?
Mianhe belum sempat menemui mu lagi. Mungkin saat kau membaca tulisan ini, aku sudah tak bisa bertemu kau lagi.
Jangan sedih karena aku selalu ada di hatimu.
Melalui ini, aku ingin minta maaf.
Mianhe karena belum menjawab pernyataan cintamu waktu itu. Kau tahu kenapa aku tidak menjawabnya? Kau masih ingat novel yang ku minta untuk kau baca itu?
Cerita cinta kita akan seperti itu kalau aku menjawabnya. Dan aku tidak mau kau bersikap seperti Mary di cerita itu. <Kau tahu oppa, aku memang telah bersikap seperti Mary. Hanya saja, aku tidak ingin kau sedih sehingga tidak melakukan hal yang sama dengannya. Aku tersenyum, diiringi sebutir kristal mengalir pelan di pipiku>
Aku ingin kau menjadi Caerinku yang kuat. Dan aku tidak ingin kau mengasihani ku saat aku sekarat. Hm..apa aku egois? Hahaha...mianhae...
Berjanjilah untuk selalu tersenyum.
Aku yakin kau akan menemukannya. Seseorang yang bisa memberimu sesuatu yang tidak bisa ku berikan pada mu.
Kebahagiaan.
Kau harus bahagia ya?
Bahagialah untukku... ;)
Raih cita-citamu dan bahagiakan orang-orang di sekitar mu, ok?
Selamat tinggal chagiya...
Jaga kesehatan dan jangan lupa berdoa...
Makan yang banyak...
Dan gamshahamnida untuk semuanya...
Saranghae...
With love,
Kyujong
"Caerin-a, cepatlah...hari sudah hampir gelap," teriak seseorang dari kejauhan.
"Ne Jungmin-a, chamkamman!"
"sampai jumpa chagiya..aku akan menemui mu lagi lain kali," aku mencium nisan itu sekali lagi dan beranjak. Ku langkahkan kakiku mengikuti 5 orang yang telah terlebih dahulu membelah padang rumput sore ini.
_end_
gomawo udah di share ^^
BalasHapus